Prolog
sepi, masih seperti biasanya gada yang menarik pagi ini bisanya nge game nge game dan nge game. Emang gada kerjaan kalo jam-jam segini. Huh……. Pagi-pagi dah dibikin BT entah kenapa aku mulai ragu ama cintanya. Kalo kaya gini tiap hari, dan gada yang mengalah salah satu pasti dech bakalan putus, tapi semoga aja enggak aku masih berharap lebih dengan dia.
Pengennya akur terus tapi gimana orang dia juga kaya gitu maunya menang sendiri, dia juga gak mau mikirin gimana perasaanku, aku dah sabar….. dan itu terus aku lakukan demi cinta kami, yah setidaknya selalu menghagai pacar pertama….. semoga aku tetep kuat.
****
“brapa???”, berdiri mematung didepan meja kasir, sambil memperhatikan mbak penjaga kasirnya yang sedang asyik melamun.
“weleh, mbak, mbak e, brapa??
“hah.. apa??,kenapa??” jawab mbak e penjaga kasir dengan agak gugup
“gimana tho!! Mbaknya ini, brapa biaya net saya??, saya buru-buru ini mau kejar jam tayang he…he…” (tertawa) padahal gada yang lucu
“oh ya… suneo kan?? 4000 mas, mangnya situ artis??”
“he,….he,… iya kali mbak,ni mbak”
“makasih”
“Ya sama-sama”
****
Malem minggu
Seperti biasa agma dateng kerumahku, namun entah kenapa malem ini aku merasa dia berbeda dari biasanya, kaku!. Dingin angin malam semakin membuat suasana malam ini semakin beku, aku bingung mau bilang apa. Ada perasaan yang tak tentu dihatiku tak terasa setetes air mataku kluar. Kupandang dia, ku salami perasaannya, aku ingin coba mengetahui apa yang ada di dalam hatinya, apa yang sedang agma fikirkan, mungkin putus??. Tapi tak mungkin karna agma masih sayang padaku. Untuk yang kesekian kalinya aku menatap wajahnya, tapi kali ini agma sadar kalo aku sedang memperhatikannya.
“ada apa, sayang??” menatapku dan tersenyum
“ngh..ngh… ngak kok, gak ada apa-apa?? Memangnya kenapa??” jawabku dengan agak sedikit gugup,karna ketauan mencuri pandang padanya.
“ya. Kamu dari tadi liatin aku mulu kenapa?? Naksir?? Ato kangen”
“weleh. PD banget ya pacarku ini diliat bentar aja udah bilang gitu”
Tak ada jawaban dari celotehanku, benarkan hari ini tak seperti biasanya, biasanya dia selalu bercanda denganku apapun kataku selalu dia balas dengan ejekan. Kali ini lain, dia diam saja sejak pertama datang tadi.
“na!” akhinya dia membuka keheningan dengan panggilanya
“ya” jawabku pelan
“maaf na, aku nggak bilang sejak awal, besuk jam 11 siang aku akan berangkat ke Jakarta dengan saudaraku”
Gada hujan gada angin bagai disambar petir aku malem itu, aku memaku tak bisa ucapkan apa-apa ternyata semua pertanyaanku malem ini terjawab sudah, kekasihku akan merantau ke Jakarta.
“apa gak bisa ditunda?? Kenapa baru bilang sekarang, nek kamu bilang sejak awal aku bisa beli sesuatu buat bekal kamu diperjalanan nanti” sambil mengusap air mata ku yang menetes, mencoba tetap tenang agar suasana tak menjadi kalut malam itu. Menyembunyikan kesedihan yang aku rasakan sebenarnya dari agma.
“kamu jangan cengeng, kita kan masih bisa telpon-telponan dan smsan” mengusap air mata dipipiku, dia tau kalau aku sedih. Dia selalu tau apa yang aku rasakan. Tak ada dua, orang seperti dia didunia ini.
“iya, tapi…..”
Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, agma merangkul dan memelukku. Membawa diriku ke dadanya. Agar aku tau bahwa ia juga tak menginginkan perpisahan ini terjadi, tapi memang harus ter jadi dia telah lulus sekolah tak mungkin lagi membebani orang tua terus menerus, dia telah dewasa harus mampu menghidupi dirinya sendiri dan sekedar membantu orang tuanya, juga mencari bekal untuk hidupnya dimasa yang akan datang. Menjadi lelaki sejati.
“ag.! Kalo githu kita pergi kluar yuk, yah itung-itung buat kenang-kenangan”
“ehm… sebenarnya, ya udah ayuk..! dari pada kamu nangis mulu dirumah” sambil menjulurkan lidahnya mengejek aku
“ih… kamu ne, sifat bawaanya muncul lagi, dasar keturunan nyai blorong” bangun dari tempat duduk dan pergi kekamar mengambil apa-apa yang mungkin nanti akan dibutuhkan.
Melaju kencang, memecah gelap, dinginnya malam tak membuat laju sepeda motor yang kami kendarai mengurangi kecepatanya. Semakin cepat malahan. Tak berapa lama agma memakirkan motornya didepan pusat perbelanjaan.
“mau beli oleh-oleh ya” tanyaku seketikan dan turun dari sepeda motor
Agma tak menjawab apapun, dia hanya menoleh dan tersenyum padaku, duh... senyum itu dulu yang meluluhkan ke tomboyanku waktu kelas 3 SMP. Pertama kalinya aku mengenal cinta dan pertama kalinya pula aku merasakan sesuatu hal yang tak dapat ku utarakan oleh kata-kata. Itulah cinta yang agma berikan padaku. Sebagai teman sekelas teman bercanda ternyata memiliki perasaan yang lain. Yang kemudian aku sebut itu cinta.
Dia menggandeng tanganku seperti biasanya mengajakku berputar putar, berkeliling, dari toko A sampai Z tapi tak ada satu pun yang kami beli.
“ehm…ag aku capek kita istirahat dulu ya, tar dilanjut lagi” keluhku dengan mulut agak sedikit manyun karena sejak tadi berjalan keliling toko tapi tak satupun barang yang kami beli
“ya udah, kita istirahat diluar aja sambil makan baso pak atang…. Uangku nggak cukup kalo mau makan di restoran sini, masih kuat jalan nggak kalao nggak sini biar aku yang gendong”
“mau sih mau, tapi aku malu ntar diliatin banyak orang” tersipu malu aku sambil mengejek agma yang ada di sebelahku
Kutarik tangannya ketempat biasa kami makan baso, “warung baso pak atang”. Dulu semasa masih sekolah kami sering makan berdua ditempat itu. Dimana disitu ada aku, pastinya ada agma juga dan begitu sebaliknya….. duh masa Sekolah yang tak terlupakan.
Sapaan pak atang yang ramah, selalu menghiasi kedatangan kami menawarkan tempat duduk yang selalu kosong untuk kami, 2 kursi khusus dekat kaca. Dulu kami pilih karena dari tempat itu kami bisa melihat suasana diluar kaca dan itu merupakan suatu kebahgiaan tersendiri bagi kami. Dan jika tempat itu ada yang menempati saat kami datang maka pak atang dengan cepat dan sopan menyuruh orang yang berada di kursi itu untuk segera pindah dengan alasan kursi tersebut telah dipasan sebelumnya. Tapi terkadang aku melarangnya, tak enaklah pada orang itu. Pak atang telah menganggap kami berdua seperti anaknya sendiri. Kebaikannya pula yang dulu dapat mempersatukan kami kembali.
“seperti biasa mas??” Tanya pak atang
“iya dunk pak, gak dikurangi ditambah boleh” jawab agma seenaknya, dan kamipun tertawa. sedikit banyak aku bisa melupakan kesedihan yang aku alami, untuk saat ini.
“ih, kamu becanda mulu ama pak atang kalo gitu kapan kita makannya??”
Pak atang dan agma melihatku secara bersamaan. Dan merekapun tertawa
“ne. pak calon istriku udah kelaperan katagihan basonya pak atang” sindir agma padaku, padahal perut dia yang sejak tadi minta diisi, karena berkali-kali berteriak-teriak minta di isi.
“ya..ya..ya “ jawab pak atang singkat sambil berlalu dan tersenyum meninggalkan tempat kami berdua.
Setelah selesai makan baso di warung pak atang kami pun pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 21.00 dan jam itu batasan aku boleh keluar bersama agma lebih dari jam itu tidak, walau aku memohon tetap tak di izinkan oleh orang tuaku. Masih dingin malam ini seperti tadi waktu kami berangkat, mungkin lebih dingin malahan, musim pancaroba emang malam harinya dingin seperti ini.ditengah perjalanan pulang kami, agma memberhentikan laju sepedanya dan berhenti di tepi jalan.
“na kamu coba kamu turun bentar dech, kok kayanya ada yang salah sama sepedanya, jalannya oleng” katanya tiba-tiba.
Tanpa dikomando akupun turun dan mencoba ikut memeriksa keadaan ban sepeda agma tapi dia segera melarangku tapi kali ini lain dia kasar dan aku tak tau kenapa seperti itu, ini untuk yang kedua kalinya dia membentakku setelah dulu waktu kita putus dia marah sangat. Tapi kali ini kenapa??
“maaf na, bannya beneran kempes kalo gitu kamu tunggu di……” sambil mencari sebuah tempat yang pas buat aku nunggu dia, selagi dia nambalin ban sepedanya “ehm….disana, ya di pos rondha itu kamu nunggu aku. Tar aku cepet balik gak lama kok paling bentar”
Aku tak mengucapkan apapun segera aku menuju ketempat yang agma sarankan ke aku, dan tanpa panjang lebar juga akma mengendarai sepedanya yang kempes mencari tambal ban terdekat. Aku melangkah tak pasti menuju ke pos itu. Entah kenapa dia brani membentakku seperti tadi, apa salahku aku Cuma ingin membantunya. Toh akukan juga ikut bertanggung jawab kalo seandainya sepeda agma kenapa-kenapa.
****
Dilain tempat agma merasa bersalah karena ia tau kalau tadi berbuat salah padaku, tapi kalau ia tak melarangku maka aku bakalan tau. Dan rencananya tak akan berjalan mulus bahkan gagal. Namun jika rencana itu agma laksanakan waktu makan baso tadi.. itu tak mungkin, agma tak mungkin merusak suasana makan baso terakhir kita. Agma kembali ke pusat perbelanjaan yang pertama kita datangi tadi tujuanya untuk membelikan kenang-kenangan buatku. Ya…. Benda yang nantinya akan berharga buatku, benda yang akan menjadi pemersatu kami.
“mbak, aku ambil kalung yang itu” menunjuk dua buah kalung. Dengan liontin sebuah hati yang dapat terbagi dua, untuk masing-masing kalung.
“yang ini mas??”
“iya mbak?? Brapa?? “
“satu apa dua??” jawab penjaga toko mencoba menarik perhatian pembelinya dengan candaan.
“yah mba e ….. ya harganya no” kata agma meyakinkan si penjaga toko
“iya..mas, ini harga satunya 50.000, tapi kalo masnya beli dua sekaligus Cuma 90.000. gimana?? Mau beli satu apa dua??.”
“yah, nek beline satu ntar yang satunya nyariin. Ok Aku mau, tolong bungkusnya dipisahin ya”
“iya, beres dech….sama ini” sambil memberikan setoples gulungan kertas “ ada undian kali aja mas beruntung, kan hadiahnya lumayan” lanjut penjaga toko itu.
selamat anda mendapatkan boneka cantik
“wah, beneran mujur aku hari ini mbak….” Celetuk agma kegirangan
“emange dapet apa mas??....” Tanya penjaga toko seketika setelah mendengar ucapan agma, dan agma juga keliatan kegirangan
“bon..boneka mbak, iya ne liat SELAMAT ANDA MENDAPAT SEBUAH BONEKA CANTIK, bakalan beneran cantik seperti yang miliki ntar” agma tersenyum
“oh…boneka, buat cewenya aku kasih yang Pink ini aja, cakep kok…ni mas” memberikan boneka pilihanya pada agma yang dirasa cocok untuk cewe agma nantinya.
“jangan, jangan yang Pink mbak…. Biar saya yang milih sendiri” agma spontan menolak pemberian pelayan toko tersebut dan memilih sendiri boneka yang cocok untuk ana. “soalnya ana gak suka warna Pink, mbak!, dia sukanya Warna Biru….Ehm yang mana ya? Ya..yang itu aja mbak yang paling pojok”
“mas seleranya ok juga, ini mas” memberikan boneka hasil dari undian keberuntungan
“iya dunk, eh masa gak di bungkus malu dunk, bungkus sekalian ya mbak”
“iya dech klo githu”
***
Aku masih menunggu kedatangan agma, hampir 20 menit aku menunggunya. Entah kemana sebenarnya agma menembelkan, ban sepedanya yang kempes. Duduk berdiri kemudian duduk lagi lalu berdiri lagi sambil terus memperhatikan jalan kalau-kalau agma muncul. Mungkinkah agma marah?? Trus ninggalin aku?? Ah tak mungkin. Apa aku telpon saja dia?? Tapi tar dia angkat telpon pas bawa sepeda… aduh jangan-jangan tar kenapa-kenapa lagi.. sabar dech sabar.
“yuk, pulang” ajak agma kemudian setelah selesai nambalin sepedanya yang kempes
Aku hanya terdiam, aku ingin tau kenapa dengan agma hari ini. Banyak hal ganjil yang terjadi, banyak hal yang aku tidak tau. Semua pertanyaan itu ingin aku utarakan tapi apalah daya lidahku kelu, aku tak mampu mengucap apapun aku terlalu takut mengambil resiko, takut agma kecewa dan marah.
“maafkan ak na, karna tadi aku membentakmu tapi janji, aku gakan ulangi lagi” kata agma memohon padaku agar aku memaafkanya, tapi sekali lagi aku tak mampu berkata apa-apa. Hanya anggukan kepalaku tanda aku telah memaafkan semua kesalahan yang telah agma perbuat padaku. Toh itu juga Cuma hal kecil bagi ku maka mudah untuk melupakannya, mungkin aku hanya ingin memcari perhatiaannya. tak lama agma mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan memakaikannya dileherku.
“na, kalung ini nantinya yang akan jadi obat rindu kita. Jaga kalung itu baik-baik ya”
Baru kali ini aku melihat agma meneteskan air mata, baru kali ini aku melihatnya seperti itu begitu besarnyakah cintanya buatku. Terdiam, entah apa yang ada didalam fikiran kami. Begitu banyak cobaan yang telah kami lalui demi kukuhnya tali cinta diantara aku dan agma. Dan begitu banyak air mata yang harus kami korbankan untuk membangun kembali tiang – tiang cinta yang rapuh. Ya…. Demi cinta ini.
“sudah larut malam na, ayo kita pulang nanti orang tua mu khawatir, dan aku juga tak mau ketinggalan bis karna bangun kesiangan” agma masih berusaha membuat keadaaan menjadi tidak tambah kacau.
***
Masih jelas bayangan saat-saat bersama agma tawanya, celotehanya, tapi kini aku akan ditinggal sendiri disini. Bisakah aku bertahan??
Kulihat langkah gotai melewati lorong-lorong sempit, tak begitu Nampak memang tapi aku yakin itu agma. Dan disusul dibelakangnya kedua orang tua agma, adek serta pamannya. Semua tampak biasa-biasa saja kecuali aku, yang tetap tegang menahan air mata, agar tidak jatuh.
“sudah lama na??” kata agma sesampainya didekatku
“ehm… lumayan. 15 menit lag ibis akan berangkat kemana saja kau tadi lama sekali kalu ketinggalan bis gimana”
“ibu kepasar dulu cari oleh-oleh” kata dia sambil cengengesan
Masih saja dia bisa bercanda disaat-saat seperti ini, waktu berjalan begitu cepat dan saatnya tiba. Bis akan berangkat membawa kenanganku bersama agma pergi jauh ke kota Jakarta. Agma berpamitan kepada kedua orang tuanya kemudian adeknya lalu pamannya dan terakhir aku. Berat…….rasanya.
Berbalik, dan mulai meninggalkan kami, agma berjalan begitu lambat seakan-akan membawa beban yang begitu amat berat dipikulnya. Mungkin beban itu suatu kesedihan, meninggalkan kami orang-orang yang agma sayangi.
Bis mulai berjalan dan sampai akhirnya bis itu hilang di persimpangan jalan.
Selamat jalan sayank, aku akan tetap menantimu disini
Kembalilah hanya untuk aku.
***
0 komentar:
Posting Komentar
TERSENYUMLAH DENGAN BEGITU MASALAH YANG SULIT AKAN MENJADI MUDAH